OPTIMALISASI PENCEGAHAN KORUPSI MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
MAKALAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
OPTIMALISASI
PENCEGAHAN KORUPSI MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
Disusun Oleh:
NAMA : LATIFAH
NIM
: 7211414120
ROMBEL
: 06
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2015
Bab I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang Masalah
Korupsi
adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri serta pihak
lain yang terlibat dalam tindakan yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalah
gunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan
keuntungan sepihak. Dalam
prakteknya korupsi
adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang
sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya,
kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang
bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka
ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat. Budaya
baru ini yang bernama korupsi seakan menjadi kebiasaan yang legal dan tidak
dilarang dalam segi pandangan agama maupun hukum negara ini. Seakan menjadi
pembenaran dari kalangan paling bawah sampai kalangan atas sudah sama-sama
mafhum dan tidak keberatan jika melakukan korupsi, atau menemukan orang lain
melakukan korupsi.
Korupsi
di Indonesia sudah ‘membudaya’ sejak dulu, sebelum dan sesudah kemerdekaan, di
era Orde Lama, Orde Baru, berlanjut hingga era Reformasi. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk memberantas korupsi, namun hasilnya masih jauh panggang dari
api. Korupsi sudah menjadi budaya yang mendarah daging. Korupsi bisa dikatakan
sebagai biang keladi keterpurukan sistem perekonomian dan mental bangsa
Indonesia.
Memberantas korupsi tidak
mudah, karena sudah menjadi budaya yang berurat berakar dalam segala level
masyarakat. Namun berbagai pembe-rantasannya tetap dilakukan secara bertahap.
Jika tidak bisa dilenyapkan sama sekali, paling tidak dikurangi.
Berbagai upaya dilakukan untuk
memberantas tindakan korupsi yang ada didalam masyarakat, termasuk didalam
lembaga-lembaga peradilan ini. Pemberian sanksi berupa hukuman yang diatur
dalam Undang-Undang yang diharapkan dapat mengurangi kasus korupsi. Tidak hanya
melalui hukuman yang diatur dalam Undang-Undang, pencegahan korupsi juga
melalui pendidikan karakter dan pendidikan antikorupsi.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
gambaran korupsi di Indonesia?
2. Bagaimana
peran pendidikan dalam memperbaiki karakter bangsa?
3. Bagaimana
implementasi PKN terhadap karakter bangsa Indonesia?
4. Bagaimana
peran pendidikan antikorupsi dalam mencegah korupsi?
C.
Tujuan
Makalah
1. Untuk
mendiskripsikan korupsi di Indonesia.
2. Untuk
mengetahui peran pendidikan dalam memperbaiki karakter bangsa.
3. Untuk
mengetahui implementasi PKn terhadap karakter bangsa Indonesia.
4. Untuk
megetahui peran pendidikan antikorupsi dalam mencegah korupsi.
D.
Manfaat
Makalah
1. Menambah
wawasan tentang tindak korupsi di Indonesia.
2. Menambah
sumbangan pemikiran tentang korupsi
3. Sebagai
bahan referensi
Bab
II
Pembahasan
A.
Sejarah
Korupsi di Indonesia
1.
Masa
Sebelum Merdeka
Sebelum
Indonesia merdeka sudah diwarnai oleh "budaya-tradisi korupsi" yang
tiada henti karena didorong oleh motif kekuasaan, kekayaan dan wanita. Tradisi
korupsi pada masa ini lebih banyak didorong oleh motif perebutan kekuasaan di
kerajaan. Umumnya para Sejarawan Indonesia belum mengkaji sebab ekonomi mengapa
mereka saling berebut kekuasaan. Secara politik memang telah lebih luas
dibahas, namun motif ekonomi - memperkaya pribadi dan keluarga diantara kaum
bangsawan - belum nampak di permukaan "Wajah Sejarah Indonesia".
2. Masa
Setelah Merdeka
Sejak era pemerintahan
orde lama Soekarno hingga orde reformasi saat ini, telah menerbitkan beragam
peraturan perundang-undangan dalam upaya pemberantasan korupsi. Mulai dari
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1960 tentang
Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang Nomor 21 Tahun
2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, hingga Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang
Pengesahan “United Nations Convention Against Corruption, 2003.
Berbagai macam peraturan dan Undang-Undang yang dibuat oleh pemerintah untuk
mencegah dan mengatasi kasus korupsi tetapi pada kenyataannya kasus korupsi di
Indonesia, semakin banyak terjadi.
Pelajaran yang dapat dipetik dari
sejarah perkembangan korupsi di Indonesia adalah pertama, korupsi pada dasarnya
berkaitan dengan perilaku kekuasaan. Kekuasaan memang cenderung untuk korup.
Kekuasaan yang absolut, akan cenderung korup secara absolut pual. Kedua,
korupsi sangat erat kaitannya dengan perkembangan sikap kritis masyarakat.
semakin berkembang sikap kritis masyarakat, maka korupsi akan cenderung
dipandang sebagai fenomena yang semakin meluas. (Revrisond Baswir, 2002: 27)
B.
Penyebab
Praktik Korupsi di Indonesia
Korupsi
di Indonesia ibarat seperti gunung es yang berdiri di atas permukaan air nampak
kecil, namun di bawah permukaan air sesungguhnya sangat besar. Korupsi marak
terjadi di hampir seluruh instansi pemerintah baik pusat maupun daerah. Bareagam
faktor penyebab korupsi di negeri ini. Beberapa faktor penyebab korupsi
diantaranya:
1.
Hukum
positif yang tidak tega dan kurang konsisten
Vonis
hukum yang tidak sebanding dengan jumlah uang yang di korupsi menjadi presiden
buruk bagi pemberantasan korupsi di Indonsesia. Tidak adanya efek jera
menjadikan hukum tidak berwibawa. Padahal peraturan perundang-undangan telah
mengatur tentang hukuman itu. Namun, sangat jarang hukuman itu diberikan secara
maksimal. Inilah yang kemudian menjadikan persoalan korupsi tidak kinjung
henti. Hukuman yang tidak tegas dan kurang konsisten ini menjadikan kasus
korupsi makin marak terjadi.
2.
Munculnya
keinginan menyalahgunakan kewenangan
Tindak
kejahatan ditentukan dikarena adanya niat dan kesempatan. Meski niatnya sudah
kuat, tapi kesempatan tidak ada, maka tidak akan terjadi tindak kejahatan.
Begitupun sebaliknya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan
sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara berkorupsi, maka
jadilah seseorang akan seseorang akan melakukan korupsi. Tidak dapat dipungkiri
bahwa pejabat uyang dipungkiri bahwa pejabat yang bergerak pada pelayanan
masyarakat setiap hari berhubungan dengan permasalahan masyarakat. Dan ini
sangat berpotensi terjadinya tawar menawar kepentingan. Kemudian muncullah pola
pikir yang salah terhadap hal ini. Akibatnya dihalalkanlah segala cara untuk
mencapai apa yang diinginkan.
3.
Budaya
menyenangkan hati pemimpin
“Asal
bapak senang”, ungkapan inilah yang menjadi pangkal dari terjadinya suap
disebuah lembaga. Hal ini ditandai dengan pemberian imbalan ketika sesuatu yang
diinginkan seseorang dipenuhi oleh pemimpin agar mendapatkan jabatan yang
strategis.
4.
Apatis
masyarakat
Ketidakpedulian
masyarakat terhadap apa yang terjadi di sekitarnya menjadi penyebab terjadinya
penyalahgunaan wewenang. Masyarakat memilih diam meski mengetahui terjadinya
penyelewengan. Ketidakinginan terlibat dalam sebuah persoalan menjadi alasan
yang paling kuat untuk mendiamkan tindakan kejahatan korupsi. Belum lagi,
kekhawatiran laporan balik dari pejabat atas pencemaran nama baik, menambahan
kuat alasan sikap apatis masyarakat.
5.
Norma
agama semakin luntur
Ketika
agama hanya dimaknai sebatas ritual ibadah saja, maka penerapan nilai-nilai
agama oleh pemeluknya menjadi rendah. Sholat tidak hanya dimaknai gugurnya
kewajiban ibadah saja, namun pemeluk agama harus mampu mengambil nilai-nilai
yang terkandung di dalam sholat. Dan yang lebih mengejutkan, Kementrian Agama
yang seharusnya mampu menjadi contoh bagi kementrian lain, juga mengalami
persoalan yang serupa. Korupsi telah menggerogoti kementrian itu hingga
menempatkan pada jajaran kementrian dengan tingkat korupsi yang tinggi.
C.
Korupsi
di Indonesia Saat ini
Pada
saat ini kasus korupsi sangat marak terjadi di Indonesia. Kasus korupsi di
Indonesia masih dalam tahap memprihatinkan. Bahkan dalam dua tahun terakhir,
2013-2014 kasus korupsi di Indonesia meningkat dari dua tahun
sebelumnya.kondisi tersebut menjukkan kurang efektifnya pemberantasan korupsi.
Berdasarkan
data yang dirilis Indonesia Corruption Watch (ICW), seperti dikutip dari
kompas.com, jumlah kasus korupsi selama 2010-1012 yang menurun kembali
meningkat signifikan pada 2013-2014 dari dua tahun sebelumnya. Kondisi tersebut
menunjukkan kuarang efektifnya pemberantasan korupsi.
Ketika
tahun 2011 kasus korupsi di Indonesia bisa ditekan hingga angka 436 kasus,
sedangkan pada tahun 2012 dapat ditekan hingga 402 kasus. Namun, pada tahun
2013, jumlahnya naik signifikan menjadi 560 kasus. Pada tahun 2014, jumlah
kasus korupsi diperkirakan akan meningkat lagi mengingat selama semester 1 2014
jumlahnya sudah mencapai 308 kasus.
Perkembangan
jumlah kasus korupsi linear dengan jumlah tersangka korupsi. Pada tahun 2010,
jumlah tersangka korusi mencapai 1.157 orang, kemudian cenderung menurun pada
2011 dan 2012. Namun, pada 2013, jumlahnya meningkat signifikan menjadi 1.271
orang dan diperkirakan bertambah lagi
pada 2014.
Kasus-kasus
yang terjadi selama semester 1 2014, sebagian besar tersangkanya adalah pejabat
atau pegawai pemerintah daerah (pemda) dan kementrian yakni 42,6%. Tersangka
lain merupakan direktur/komisaris perusahaan swasta, anggota DPR/DPRD, kepala
dinas dan kepala daerah.
Apabila
dibandingkan dengan semester 1 2013, peningkatan jumlah tersangka paling
signifikan terjadi pada jabatan kepala daerah. Berdasarkan data dari ICW bahwa
pada semester 1 2013, jumlah kepala daerah yag menjadi tersangka korupsi
sebanyak 11 orang. Namun, pada semester 1 2014 jumlahnya naik lebih dari dua
kali lipat menjadi 25 orang.
Hal
ini terjadi karena biaya politik transksional cenderung semakin mahal. Kepala
daearah tergoda korupsi untuk memenuhi kebutuhan dana politik demi ambisi
kekuasaan. Praktik korupsi paling banyak terjadi di sektor infrastruktur.
Pemerintah maasih kurang optimal dakam mendorong pemberantasan korupsi.
Pemberantasan korupsi yang paling efektif sebenarnya hanya banyak dilakukan
oleh KPK, bukan para penegak hukum yang berada di bawah kekuasaan presiden,
seperti kejaksaan dan kepolisian. Tidak heran jika kasus korupsi di Indonesia
tidak menunjukkan penurunan yang signifikan.
Hukum
yang mengatur tentang korupsi di Indonesia belum sepenuhnya diterapkan dengan
semestinya. Hukum yang sudah ada itu hanya digunakan sebagai perangkat saja.
Antara jumlah dana yang dikorupsi dengan hukuman yang diberikan tidak
sebanding. Hukuman yang diberikan untuk para koruptor di Indonesia masih
tergolong ringan. Hal itu membuat para koruptor tidak jera untuk melakukan
tindakan korupsi.
Seharusnya
pemerintah, penegak hukum, dan seluruh elemen masyarakat Indonesia membuat
hukum yang membuat para koruptor menjaadi jera, agar para koruptor berfikir
terlebih sebelum melakukan tindakan korupsi. Kasus korupsi di Indonesia dari
waktu ke waktu semakin meningkat. Kasus korupsi bukan hanya menjerat para
pejabat tinggi negara, tetapi juga kepala daerah di tingkat kabupaten maupun
provinsi.
Pemerintah
dan seluruh elemen masyarakat seharusnya segera menindak lanjuti dan
memberantas kasus korupsi yang terjadi sebelum kasus korupsi merajalela dan berdampak
buruk terhadap negara.
D.
Peran
Pendidikan dalam Memperbaiki Karakter Bangsa
Pendidikan
memiliki peranan penting dalam memperbaiki karakter bangsa Indonesia. Melalui
pendidikan dapat diajarkan tentang pentingnya karakter dalam berbangsa dan
bernegara. Sejalan dengan perkembnagan zaman, pendidikan dilaksanakan secara
lebih sistematis dan terorganisir dalam bentuk pendidikan formal di sekolah
atau madrasah. Manusia sebagai subjek sekaligus sebagai objek pendidikan.
Sebagai subjek pendidikan, manusia berperan aktif dalam proses pelaksanaannya.
Bertanggungjawab sebagai perencana pelaksana, sekaligus sebagai pihak yang
mengawasi dan mengevaluasi proses pendidikan tersebut. Dan sebagai objek,
manusia menjadi sasaran yang dari pendidikan itu sendiri.
Pendidikan
berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan taqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, brakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif dan
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
(pasal 3 UU Sisdiknas). Pendidikan
pada dasarnya untuk mengembangkan kepribadian utuh dan warga negara yang baik.
Seseorang berkepribadian utuh jika mampu menginternalisasikan nilai-nilai dari
berbagai dunia makna (nilai), seperti simbolik, empiris, estetik, etik,
sinoptik, dan sinnoetik.
Dalam
hal ini pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan karakter. Pendidikan
karakter sangatlah penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan karakter adalah
suatu sistem penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga sekolah
yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri
sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil. Pendidikan
karakter pada intinya bertujuan untuk membentuk bangsa yangb tangguh,
kopetitif, berakhalak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa
patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semuanya dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Pancasila.
Pada dasarnya karakter bangsa adalah
kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tecermin dalam
kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai
hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang
atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku
kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran,
pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang
berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka
Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI.
Melalui
pendidikan dapat diajarka tentang nilai-nilai karakter bangsa yang harus
dimiliki oleh generasi muda sebagai penerus bangsa. Nilai-nilai karakter bangsa
itu diantaranya : religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tau, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Nilai-nilai dalam pendidikan
karakter diberikan sebagai mata pelajaran baru tetapi diintegrasikan dan
dikembangkan secara komprehensif melalui semua mata pelajaran, budaya sekolah
dan juga budaya kampus dan pengembangan diri siswa dan mahasiswa dalam berbagai aktivitas sekolah, intra dan
ekstra kulikuler serta komitmen para guru dan pendidik serta seluruh staf dalam
interaksi di lingkungan sekolah dan di luar lingkungan sekolah.
Dengan
adanya pendidikan karakter tidak hanya menghasilkan lulusan yang pandai secara
akademis tetapi juga menghasilkan lulusan yang memiliki nilai-niali luhur atau
karakter. Pembentukan karakter siswa dan mahasiswa menjadi hal yang sangat
penting dan mendesak untuk mewujudkan masyarakat yang lebih baik, yaitu
masyarakat yang dapat menghadapi tantangan regional dan global. Tantangan
reginal dan global yang dimaksud adalah bagaimana generasi muda tidak sekedar
memiliki kemampuan akademis yang menitikberatkan pada kemampuan kognitifnya saja,
tetapi aspek afektif dan moralitas juga tersentuh. Untuk itu pendidikan
karakter diperlukan dalam rangka membentuk manusia yang memiliki intergritas
nilai-nilai moral, sehingga siswa dan mahasiswa menjadi hormat sesama, jujur,
dan peduli dengan lingkungan.
E.
Implementasi
Pkn Terhadap Karakter Bangsa
Pendidikan
kewarganegaraan adalah suatu proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan di
mana seseorang mempelajari orientasi, sikap dan perilaku politik sehingga yang
bersangkutan memiliki political knowledge, awareness, attitude, political
efficacy dan political participation serta kemampuan mengambil keputusan politik
secara rasional.
PKn sebagai pendidikan karakter merupakan salah satu misi yang
harus diemban. Misi lain adalah sebagai pendidikan politik/pendidikan
demokrasi, pendidikan hukum, pendidikan HAM, dan bahkan sebagai pendidikan anti
korupsi. Dibandingkan dengan mata pelajaran lain, mata pelajaran PKn dan Agama
memiliki posisi sebagai ujung tombak dalam pendidikan karakter. Maksudnya dalam
kedua mata pelajaran tersebut pendidikan karakter harus menjadi tujuan
pembelajaran. Perubahan karakter peserta didik merupakan usaha yang
disengaja/direncakan (instructional effect), bukan sekedar dampak
ikutan/pengiring (nurturant effect). Hal ini dapat ditunjukkan bahwa
komponen PKn adalah pengetahuan, ketrampilan dan karakter kewarganegaraan.
Dengan kata lain tanpa ada kebijakan pengintegrasian pendidikan
karakter ke dalam berbagai mata pelajaran, PKn harus mengembangkan pendidikan
karakter. Lebih-lebih dengan adanya kebijakan pengembangan pendidikan karakter
yang terintegrasi, ini merupakan tantangan untuk menunjukan bahwa PKn sebagai
ujung tombak yang tajam bukan tumpul bagi pendidikan karakter.
PKn sebagai pendidikan karakter dapat dikenali dari konsep,
tujuan, fungsi, tuntutan kualifikasi dan keunikan PKn. PKn (Civic Education)
adalah pembelajaran yang mengugah rasa ingin tahu dan kepercayaan(trust)
terhadap norma – norma sosial yang mengatur hubungan personal dalam masyarakat
sebagaimana mengatur partisipasi politik. PKn “merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan
hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia
yang cerdas, terampil, dan berkarakter
yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945” (BSNP, Standar Isi).
Pendidikan
kewarganegaraan sangat penting. Di negara Indonesia, pendidikan
kewarganegaraan itu berisi antara lain mengenai pruralisme yakni sikap
menghargai keragaman, pembelajaran kolaboratif, dan kreatifitas.
Pendidikan mengajarkan nilai-nilai kewarganegaraan dalam kerangka
identitas nasional.“Tanpa pendidikan kewarganegaraan yang tepat akan lahir
masyarakat egois. Tanpa penanaman nilai-nilai
kewarganegaraan, keragaman yang ada akan menjadi penjara dan neraka dalam artian menjadi sumber konflik. Pendidikan, lewat kurikulumnya, berperan penting dan itu terkait dengan strategi kebudayaan.
kewarganegaraan, keragaman yang ada akan menjadi penjara dan neraka dalam artian menjadi sumber konflik. Pendidikan, lewat kurikulumnya, berperan penting dan itu terkait dengan strategi kebudayaan.
F.
Pendidikan
Antikorupsi Sebagai Upaya Mencegah Korupsi
Keberhasilan
penanggulangan pemberantasan korupsi tidak hanya bergantung pada penegakkan
hukum saja, namun ditentukan pula pada aspek tindakan preventifnya. Tindakan
preventif ini diartikan bahwa korupsi dapat dicegah secara dini dengan
menguatkan pendidikan anti korupsi di sekolah dan juga di kampus.
Dalam kurikulum
nasional pendidikan di Indonesia, istilah korupsi relatif belum banyak yang
mengenalnya. Dalam Undang-Undang 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional secara eksplisit istilah pendidikan anti korupsi tidak disebutkan.
Dengan demikian, pendidikan anti korupsi dapat dipandang sebagai hasil dari
inovasi pendidikan. Hal ini sesuai dengan dinamika masyarakat, dari masyaakat yang
otoritarian dengan ciri ketertutupan menuju masyarakat demokratis yang
menjunjung tinggi keterbukaan dan kejujuran.
Pendidikan
anti korupsi merupakan langkah pencegahan sejak dini terjadinya korupsi.
Strategi ini punya dampak yang baik dalam menanggulangi korupsi. Hanya saja,
pendekatan preventif ini memang tidak dapat dinikmati secar langsung, tetapi
akan terlihat hasilnya dalam jangka yang panjang. Berbeda dengan pendekatan
represif yang mengandalkan jalur hukum sehingga terlihat agresif menyidangkan
dan memenjarakan orang-orang yang besalah. Pendidikan anti korupsi merupakn
tindakan untuk mengendalikan dan mengurangi upaya korupsi berupa keseluruhan
upaya untuk mendorong generasi mendatang untuk mengembangkan sikap menolak
secara tegas terhadap setiap bentuk korupsi (Sumiarti, 2007: 8). Mentalitas
anti korupsi ini akan terwujud jika setiap orang secara sadar membina kemampuan
generasi mendatang untuk mampu mengidentifikasai berbagai kelemahan dari sistem
nilai yang mereka warisi dan memperbaharui sistem nilai warisan dengan
situasi-situasi yang baru.
Pendidikan
anti korupsi adalah program pendidikan tentang korupsi yang bertujuan untuk membangun
dan meningkatkan kepedulian warganegara terhadap bahaya dan akibat dari
tindakan korupsi. Target utama Pendidikan anti korupsi adalah memperkenalkan
fenomena korupsi yang mencakup kriteria, penyebab dan akibatnya, meningkatkan
sikap tidak toleran terhadap tindakan korupsi, menunjukan berbagai kemungkinan
usaha untuk melawan korupsi serta berkontribusi terhadap standar yang
ditetapkan sebelumnya seperti mewujudkan nilai-nilai dan kapasitas untuk
menentang korupsi dikalangan generasi muda. Disamping itu siswa juga dibawa
untuk menganalisis nilai-nilai standar yang berkontribusi terhadap terjadinya
korupsi serta nilai-nilai yang menolak atau tidak setuju dengan tindakan korupsi.
Karena itu pendidikan antikorupsi pada dasarnya adalah penanaman dan penguatan
nilai-nilai dasar yang diharapkan mampu membentuk sikap antikorupsi pada diri
peserta didik.
Pendidikan
antikorupsi merupakan kebijakan pendidikan yang tidak bisa lagi ditunda pelaksanaanya
di sekolah secara formal. Jika dilaksanakan sebagaimana mestinya maka dalam
jangka panjang pendidikan antikorupsi akan mampu berkontribusi terhadap upaya
pencegahan terjadinya tindakan korupsi, sebagaimana pengalaman negara lain.
Melalui pendidikan antikorupsi diharapkan generasi masa depan memiliki karakter
antikorupsi sekaligus membebaskan negara Indonesia sebagai negara dengan angka
korupsi yang tinggi.
Karakteristik
dari pendidikan antikorupsi adalah perlunya sinergi yang tepat antara pemanfaatan
informasi dan pengetahuan yang dimiliki dengan kemampuan untuk membuat
pertimbanganpertimbangan moral. Oleh karena itu pembelajaran antikorupsi tidak
dapat dilaksanakan secara konvensional, melainkan harus didisain sedemikian
rupa sehingga aspek kognisi, afeksi dan konasi siswa mampu dikembangkan secara maksimal
dan berkelanjutan.
Bab
III
Penutup
A.
Kesimpulan
Merangkai
kata untuk perubahan memang mudah. Namun, melaksanakan rangkaian kata dalam
bentuk gerakan terkadang teramat sulit. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian
untuk mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi penghambat
utama lambatnya pembangunan ekonomi di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu
lama menjadi wabah yang tidak pernah kunjung selesai, karena pembunuhan
terhadap wabah tersebut tidak pernah tepat sasaran ibarat. Pemberantasan
korupsi seakan hanya menjadi komoditas politik, bahan retorika ampuh menarik
simpati. Oleh sebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk mengawasi
dan membuat keputusan politik mencegah makin mewabahnya penyakit kotor korupsi
di Indonesia.
Pencegahan
tidak hanya dilakukan atau dititik beratkan pada satu titik saja, tetapi juga
pada segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
B.
Saran
Pemberantasan
kasus korupsi di Indonesia perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Pemberantasan
korupsi di Indonesia tidak terbatas pada bidang penegakan hukum. Faktanya,
banyak proses hukum kasus korupsi yang dihentikan di tengah jalan atau bahkan
tidak disentuh para jaksa kepolisian dan bahkan tak tertangani oleh KPK.
2. Diperlukan
konsep strategis terstruktur yang bersifat preventif, represif, serta
pemberdayaan masyarakat yang memiliki legitimasi hukum melalui penguatan sosial
kontrol yang kontruksif dan berdaya guna.
3. Diperlukan
strategi eveluasi terhadap produk hukum yang ada sehingga secara substansional
dapat menunjukkan wibawa hukum yang berkeadilan dan dapat menimbulkan rasa
takut untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku:
Drs.Sunarto, SH. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi.
Semarang: UPT UNNES PRESS.
Hamzah, Fahmi. 2012. Demokrasi Transisi Korupsi Orkestra
Pemberantasn Korupsi Sistemik.
Jakarta: Yayasan Faham Indonsesia.
Drs. Djaja, Ermansyah, S.H, Msi.
2010. Mendesain Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika.
Mukodi, M.Si, Afid Burhanuddin,
M.Pd. 2014. Pendidikan Antikorupsi.
Yogjakarta: Aura Pustaka.
Internet:
diunduh tanggal 01 April 2015 pukul 13.00.
diunduh tanggal 01
April 2015 pukul 13.10
diunduh tanggal 05
April 2015 pukul 08.00
diunduh tanggal 05
April 2015 pukul 08.10
diunduh tanggal 05
April 2015 pukul 08.20
Hanya butuh 1 ID bisa main 8
BalasHapusJenis Permainan dan menjadi Jutawan.
Ayo Gabung bersama kami Bosku.
arena-domino.net
Buktikan Sendiri Bossku!